Jakarta, CNBC Indonesia -
Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa kembali menjadi sorotan setelah melayangkan kritik keras terhadap sejumlah kepala daerah, khususnya para gubernur. Kritik ini dilontarkan menyusul protes dari daerah terkait pemotongan Anggaran Transfer ke Daerah (TKD), padahal data menunjukkan besarnya dana mengendap
Pemda yang belum terbelanjakan di perbankan.
Sentilan tersebut disampaikan Purbaya dalam rapat kerja dengan
Komite IV DPD di Jakarta, menekankan pentingnya akselerasi belanja daerah demi pemulihan dan pembangunan ekonomi lokal.
Protes Gubernur dan Fakta 'Uang Nganggur' di Bank
Ketegasan Menkeu Purbaya muncul setelah rencana pemangkasan anggaran TKD untuk tahun 2026. Anggaran TKD diproyeksikan tersisa Rp 693 triliun, turun signifikan dari alokasi tahun 2025 yang mencapai Rp 919,87 triliun.
Pemangkasan ini memicu reaksi dari para Gubernur, yang beberapa di antaranya langsung mendatangi
Kementerian Keuangan untuk melayangkan protes.
Namun, Purbaya memiliki argumen balik yang menohok. Ia mengungkapkan bahwa berdasarkan data yang dimilikinya, saldo dana milik Pemda yang 'menganggur' atau belum dibelanjakan di perbankan masih sangat tinggi.
> "Kemarin datang ke saya ribut aja, uangnya masih banyak. Padahal habisin aja duitnya, baru ribut ke saya. Karena begitu saya lihat lagi, oh duitnya masih banyak," tutur Purbaya.
>
Data per akhir September 2025 menunjukkan bahwa total dana mengendap Pemda di bank mencapai Rp 233 triliun.
Meskipun sempat ada koreksi data oleh
Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menjadi Rp 215 triliun karena kesalahan input, angka ratusan triliun ini tetap menjadi bukti lambatnya penyerapan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
Alasan Pemotongan TKD: Dorong Belanja Efektif dan Program Prioritas
Purbaya Yudhi Sadewa menekankan, besarnya dana mengendap ini adalah indikasi bahwa para kepala daerah belum optimal dalam membelanjakan uang secara cepat untuk menggerakkan roda perekonomian daerah. Padahal, percepatan belanja APBD sangat krusial untuk menstimulasi ekonomi dan mengatasi isu-isu seperti
inflasi daerah.
Oleh sebab itu, Pemerintah Pusat memutuskan untuk memangkas anggaran TKD tahun depan. Dana tersebut kemudian dialihkan ke program-program prioritas nasional yang dampaknya bisa dirasakan langsung oleh masyarakat.
Purbaya juga meluruskan persepsi bahwa anggaran untuk daerah berkurang. Ia menjelaskan, secara keseluruhan, alokasi program yang diarahkan ke daerah justru mengalami peningkatan besar:
* Peningkatan Alokasi Program: Dari Rp 930 triliun menjadi Rp 1.377 triliun.
* Kenaikan: Sebesar Rp 447,2 triliun.
"Harusnya manfaat di daerah sih lebih tinggi, enggak berkurang lah kalau saya bilangnya," paparnya, mengindikasikan bahwa manfaat untuk daerah tidak berkurang, melainkan diubah bentuk alokasinya agar lebih terarah dan efektif.
Isu Desentralisasi vs. Sentralisasi
Meskipun bertujuan untuk efektivitas, Purbaya mengakui adanya kekhawatiran dari pihak pemerintah daerah.
"Cuman kan kadang-kadang juga pemerintah daerah mempunyai aspirasi sendiri kan. Kalau begini terus seolah-olah dibalik dari desentralisasi ke sentralisasi lagi," tegasnya.
Hal ini menyoroti perdebatan tentang
otonomi daerah versus kebutuhan akan percepatan pembangunan melalui program-program yang lebih terpusat. Namun, pesan utama Menkeu Purbaya jelas: fokus utama saat ini adalah memastikan APBD dibelanjakan secara tepat dan cepat, bukan ditahan di bank, demi mewujudkan manfaat maksimal bagi masyarakat di seluruh daerah.
* Jangan Lupa Nonton Live Streaming Sepakbola Dan Lainnya Terupdate Hanya Di www.lvoplayer.com
Komentar
Posting Komentar