Penonaktifan Kepala Sekolah SMAN 1 Cimarga Memicu Polemik dan Sorotan Tajam dari Senayan
Kasus penonaktifan Kepala Sekolah (Kepsek) SMAN 1 Cimarga, Lebak, Banten, yang diduga menampar seorang siswa karena ketahuan merokok di lingkungan sekolah telah memicu perdebatan sengit dan menjadi perhatian serius di kancah nasional. Peristiwa ini tidak hanya berujung pada penonaktifan sementara sang Kepsek, Dini Pitri (meski kemudian ada kabar berdamai dan diaktifkan kembali), tetapi juga mendapat tanggapan keras dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI.
Wakil Ketua DPR, Cucun Ahmad Syamsurijal, secara khusus menyoroti kejadian ini, mengungkapkan kekhawatiran mendalamnya terhadap masa depan lembaga pendidikan di Indonesia. Menurut Cucun, jika setiap teguran keras atau tindakan disiplin oleh guru dapat dengan mudah dilaporkan oleh siswa, lantas "akan seperti apa lembaga pendidikan kita ini?"
Ancaman Rusaknya Batasan dalam Pendidikan
Kekhawatiran utama yang disuarakan oleh DPR adalah potensi berantakannya tatanan pendidikan jika "barrier" atau batasan antara pendidik dan peserta didik menjadi samar atau bahkan hilang karena ketakutan guru menghadapi konsekuensi hukum. Cucun menilai bahwa fenomena pelaporan guru oleh orang tua murid ini dapat berdampak buruk pada proses pendidikan, membuat guru ragu dalam menjalankan fungsi mendidik dan membentuk karakter siswa.
Momentum Revisi UU Sisdiknas
Lebih lanjut, DPR memandang kasus ini sebagai momentum penting dalam penyusunan Rancangan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas). Cucun mendesak agar dalam undang-undang tersebut diatur secara jelas batasan-batasan interaksi antara pendidik dan peserta didik, demi mencegah lembaga pendidikan kehilangan arah dalam menjalankan perannya.
Kronologi dan Dampak Kasus
Insiden ini bermula ketika Kepsek memergoki siswa berinisial ILP merokok di kantin sekolah. Tindakan penamparan itu kemudian dilaporkan oleh pihak orang tua siswa ke polisi. Buntutnya, ratusan siswa SMAN 1 Cimarga sempat melakukan aksi mogok belajar sebagai bentuk solidaritas. Pemerintah Provinsi Banten melalui BKD sempat memutuskan menonaktifkan sementara Kepala Sekolah tersebut. Namun, kabar terbaru menyebutkan bahwa pihak Kepsek dan siswa/orang tua telah berdamai dan laporan ke polisi dicabut, sehingga Kepsek batal dinonaktifkan dan diaktifkan kembali.
Tuntutan Keadilan Ganda
Di sisi lain, muncul pula pandangan yang menuntut keadilan ganda. Jika Kepsek mendapat sanksi penonaktifan (sebelum akhirnya dibatalkan), maka siswa yang melanggar aturan sekolah dengan merokok juga seharusnya dikenai sanksi tegas sebagai efek jera, agar tidak ada kesan ketidakseimbangan dalam penegakan disiplin.
Kasus ini menjadi cermin betapa rumitnya tantangan pendidikan karakter di tengah era yang serba cepat dan rentan terhadap hukum. Penting bagi semua pihak—guru, siswa, orang tua, dan pemerintah—untuk menemukan keseimbangan yang tepat antara penegakan disiplin dan perlindungan hak-hak anak.
Sumber:
https://nasional.kompas.com/read/2025/10/16/13180981/kepsek-dinonaktifkan-usai-tampar-siswa-merokok-dpr-akan-seperti-apa-lembaga?page=all
(Kompas.com, 16 Oktober 2025)
Posting Komentar untuk "Kontroversi Kepsek Tampar Siswa Merokok: DPR Khawatirkan Masa Depan Etika Pendidikan di Indonesia"