Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Tragedi Tambang Batubara Coalbrook: Kisah Pilu 437 Pekerja Terkubur Hidup-Hidup di Bawah Rezim Apartheid





Kisah pilu kecelakaan kerja di sektor pertambangan sering kali menyisakan duka yang mendalam. Namun, salah satu tragedi terkelam dalam sejarah pertambangan dunia bukan hanya tentang jumlah korban, melainkan tentang ketamakan dan sistem diskriminatif yang memaksa ratusan nyawa melayang sia-sia.

Peristiwa ini adalah bencana longsor tambang batu bara Coalbrook di Afrika Selatan pada tahun 1960. Tragedi ini bukan sekadar insiden, melainkan cermin dari penderitaan di bawah rezim Apartheid yang menempatkan keuntungan di atas nyawa manusia.

Detik-Detik Malapetaka di Kedalaman 200 Meter

Pada Kamis, 21 Januari 1960, ribuan pekerja memasuki perut tambang batu bara Coalbrook yang telah beroperasi sejak 1905. Tambang ini merupakan urat nadi energi bagi Afrika Selatan.

Menjelang sore, tanda-tanda bahaya mulai terasa. Gemuruh aneh menyusup di dinding-dinding batu dan udara di lorong sedalam hampir 200 meter terasa menekan. Sebagian pekerja, yang mayoritas adalah warga kulit hitam, mencoba naik ke permukaan karena khawatir akan terjadi sesuatu yang buruk.
Pukul 16.30, malapetaka benar-benar terjadi. Dinding tambang runtuh disusul longsoran besar. Ratusan pekerja berusaha menyelamatkan diri menuju permukaan. Namun, yang terjadi di atas tanah jauh lebih mengenaskan daripada di bawah.

Dilarang Evakuasi: Kekejaman di Balik Keuntungan
Saat para pekerja tiba di permukaan, mereka justru dihadang oleh para bos tambang. Dalam tindakan yang tak masuk akal, pekerja dilarang meninggalkan lokasi. Mereka dipaksa turun kembali ke dalam lubang tambang dengan ancaman hukuman penjara jika menolak.

Latar belakang politik saat itu, yakni sistem Apartheid (diskriminasi rasial), membuat pekerja kulit hitam berada di posisi yang sangat lemah dan tidak berdaya untuk melawan. Bos tambang khawatir produksi akan menurun dan keuntungan berkurang jika para pekerja berhenti.

Demi menjaga laju produksi, ratusan pekerja yang sudah merasakan firasat buruk kembali dipaksa mempertaruhkan nyawa.
Hanya berselang dua jam setelah paksaan itu, longsor kedua yang lebih masif terjadi. Ratusan pekerja yang baru saja kembali bekerja, terjebak di kedalaman 182 meter. Total, 437 pekerja terkubur hidup-hidup.
Akhir Tragis Tanpa Keadilan

Upaya evakuasi segera dilakukan, termasuk pengeboran dari atas dengan harapan menemukan ruang bernapas yang tersisa. Namun, hasilnya nihil. Penyelidikan mengungkapkan bahwa 437 pekerja tersebut bukan hanya terjebak, melainkan benar-benar tertimbun reruntuhan atau terkubur hidup-hidup.

Jasad para korban bahkan tidak bisa diangkat. Area di bawah tanah dipenuhi gas beracun, seperti gas metana dan karbon dioksida. Tambang Coalbrook yang seharusnya sudah ditutup karena struktur yang rapuh, ternyata dipaksakan beroperasi kembali tanpa peralatan memadai akibat melonjaknya harga batu bara.

Ironisnya, alih-alih mendapatkan keadilan, pengadilan kala itu hanya menyebut tragedi ini sebagai "kecelakaan kerja" biasa. Tidak ada kompensasi yang layak diberikan kepada keluarga korban atas nyawa yang hilang akibat keserakahan dan kebijakan yang diskriminatif.

Tragedi Coalbrook di tahun 1960 adalah pengingat kelam tentang tingginya biaya keselamatan pekerja ketika profit dijadikan prioritas tertinggi, diperburuk oleh sistem yang tidak menghargai nyawa sesama manusia.


Sumber : cnbcindonesia.com

* Jangan Lupa Nonton Live Streaming Sepakbola Dan Lainnya Terupdate Hanya Di www.lvoplayer.com

Posting Komentar untuk "Tragedi Tambang Batubara Coalbrook: Kisah Pilu 437 Pekerja Terkubur Hidup-Hidup di Bawah Rezim Apartheid"