Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Deretan Faktor Utama di Balik Merosotnya Nilai Tukar Rupiah Melawan Dolar AS


Nilai tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat (AS) belakangan ini menunjukkan tren pelemahan yang signifikan. Data perdagangan terakhir menunjukkan mata uang Garuda tertekan hingga mendekati level psikologis Rp 16.800 per Dolar AS, bahkan para pengamat memperkirakan potensi depresiasi lebih lanjut hingga mencapai Rp 17.000.

Merosotnya daya Rupiah ini bukan disebabkan oleh satu faktor tunggal, melainkan perpaduan rumit antara gejolak global (eksternal) dan dinamika kebijakan domestik (internal).

1. Tekanan Geopolitik Global: Efek Domino dari Barat

Kekuatan Dolar AS yang menggila sebagian besar disumbangkan oleh faktor di luar kendali ekonomi nasional.

 * Ketegangan di Eropa dan Risiko Geopolitik: Meningkatnya ketegangan di Eropa, terutama terkait konflik Rusia-Ukraina, telah memicu sentimen risk-off di pasar global. Pernyataan dari tokoh global, seperti pidato Presiden AS Donald Trump di PBB yang menyinggung pembelian minyak Rusia oleh Eropa, secara otomatis meningkatkan risiko geopolitik. Pasar merespons ini dengan mengalihkan aset ke instrumen yang dianggap paling aman (safe haven), yaitu Dolar AS.

 * Ancaman Pasokan Energi: Eskalasi konflik, seperti peningkatan serangan pesawat nirawak (drone) terhadap infrastruktur energi Rusia—termasuk kilang minyak dan terminal ekspor—dilihat sebagai upaya untuk mengurangi pendapatan ekspor Moskow. Tindakan ini berpotensi memicu balasan atau gangguan pasokan, yang pada akhirnya meningkatkan ketidakpastian harga komoditas global dan memperkuat Dolar.

2. Dinamika Kebijakan Domestik: Respons Pasar yang Negatif

Di tingkat domestik, sejumlah kebijakan dan pernyataan pejabat tinggi memicu keraguan investor dan memperlemah sentimen pasar terhadap Rupiah.

A. Kebijakan Fiskal dan Sentimen Pasar

 * Penolakan Tax Amnesty: Salah satu pemicu utama datang dari sinyal kebijakan Menteri Keuangan (Menkeu) yang baru. Penolakan terhadap rencana program tax amnesty (pengampunan pajak) dinilai tidak pro-pasar. Sebelumnya, skema tax amnesty pada era pemerintahan Presiden ke-7 Jokowi disambut baik dan terbukti efektif menarik aliran modal masuk (capital inflow) ke Indonesia, yang berdampak positif pada penguatan Rupiah. Penolakan saat ini direspons negatif oleh pasar, seolah menutup pintu bagi potensi masuknya dana besar.

 * Kekhawatiran Anggaran Longgar: Pergantian kabinet yang berujung pada potensi kebijakan fiskal yang lebih longgar dan stimulus besar juga menjadi sumber tekanan. Pasar mengkhawatirkan program-program baru dengan alokasi anggaran yang sangat besar, seperti usulan anggaran Rp 500 triliun per tahun untuk program makan bergizi gratis. Angka ini dikhawatirkan dapat membebani Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), meningkatkan defisit, dan pada akhirnya mengorbankan stabilitas Rupiah.

B. Independensi Moneter dan Intervensi BI

 * Pemangkasan Suku Bunga yang Mengejutkan: Meskipun Bank Indonesia (BI) terus melakukan intervensi di pasar Valas, termasuk di pasar Non-Deliverable Forward (NDF) dan Domestic Non-Deliverable Forward (DNDF), upaya ini terlihat kewalahan menghadapi spekulasi besar di pasar internasional. Selain itu, kebijakan pemangkasan suku bunga BI beberapa kali yang dinilai terlalu cepat dan mengejutkan investor membuat daya tarik aset Rupiah berkurang.

 * Revisi UU P2SK: Kekhawatiran juga muncul terkait revisi Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK). Perubahan ini dikhawatirkan dapat menggerus independensi BI. Jika mandat bank sentral tidak lagi hanya fokus pada stabilisasi inflasi dan nilai tukar, investor melihat adanya risiko bahwa tujuan meningkatkan pertumbuhan ekonomi akan ditempuh dengan mengorbankan stabilitas moneter.

Proyeksi dan Langkah Ke Depan

Dengan berbagai tekanan eksternal dan internal ini, prediksi bahwa Rupiah dapat menembus level Rp 17.000 per Dolar AS menjadi sangat mungkin terjadi. Batas pelemahan Rupiah sangat bergantung pada seberapa agresif dan efektif Bank Indonesia (BI) melakukan intervensi, terutama mengingat intervensi yang berkelanjutan berpotensi menggerus cadangan devisa negara.

Pemerintah dan otoritas moneter ditantang untuk mengkaji ulang kebijakan-kebijakan ekonomi yang kontroversial, menstabilkan sentimen pasar, dan memastikan koordinasi yang kuat agar stabilitas nilai tukar Rupiah dapat tercapai tanpa mengorbankan target ekonomi jangka panjang.

Live Streaming : www.lvoplayer.com

#Rupiah melemah,#Dolar AS, #NilaiTukarRupiah, #KebijakanFiskalIndonesia, #TaxAmnesty, #BankIndonesia, #Inflasi,#Geopolitik

Posting Komentar untuk "Deretan Faktor Utama di Balik Merosotnya Nilai Tukar Rupiah Melawan Dolar AS"